Expanded Version of You

Perjumpaan yang dilanjutkan dengan pergaulan erat hingga ke taraf persahabatan, pasti sedikit banyak akan membawa perubahan pada diri kita, entah itu ke arah yang negatif maupun positif. Bergaul dengan mereka yang punya semangat kompetitif, optimis dan berani ambil risiko, konon akan membawa kita menjadi pribadi yang “sukses”. Sebaliknya, bergaul dengan mereka yang pesimis akan membawa kita pada kemerosotan hidup. Either you will shrink or expand, who you been hanging out with, matter.

Apalagi jika pribadi yang kita jumpai dan jalin relasi itu adalah Dia, Sang Sumber Kehidupan. Sedikit demi sedikit, pergaulan erat dengan Dia akan menularkan kualitas-kualitas ilahiah yang makin lama makin mengubah core identity kita.

Dalam Lukas 5, dikisahkan, bagaimana para murid Yesus (yang adalah para nelayan), setelah menyaksikan “keajaiban” dalam perjumpaan dengan Yesus (mendapat tangkapan ikan yang luar biasa banyaknya, yang mungkin seumur hidup mereka sebagai nelayan belum pernah mereka alami), akhirnya malah meninggalkan profesi mereka sebagai nelayan, yang sebenarnya adalah core identity mereka.

After pulling their boats to the shore, they left everything behind and followed Jesus.

Luke 5:11 TPT

Perjumpaan dengan Yesus, mengubah identitas mereka yang lama, versi diri mereka yang lama, dan dengan begitu meninggalkan segala sesuatu yang dulu terkait dan lekat dengan ke-siapa-an diri mereka. Perjumpaan dengan Yesus, membawa identitas baru, versi yg baru, expanded version, dari penjala ikan menjadi penjala manusia. Itulah ciri jika kita berjumpa dengan “kekuatan yang lebih besar dari diri kita”. We grow. We expand.

Growing dan expanding self artinya semua pola pikir, respon dan tindakan kita kini terhadap apapun, telah berubah dan berbeda dengan pola pikir, respon dan tindakan pada versi atau identitas kita yang lampau. Expanding self memungkinkan kita untuk walking extra miles, taking the road less traveled, sesuatu yang dulu tak pernah mungkin kita jalani.

Kalau dulu misalnya kita hanya baik pada orang yg baik kepada kita (beneficial), maka pada expanded version of new self kita memperluas batasan kebaikan itu hingga juga menjangkau orang-orang yang tak baik pada kita, yang tak bermanfaat bagi kita. Kalau dulu misalnya kita hanya bersedia meminjamkan uang pada mereka yang dari hitung-hitungan kita mampu untuk membayar kembali pinjaman, maka pada versi kita yang baru, kita memperluas perimeter itu, sehingga kita mampu-rela-iklas meminjamkan uang justru kepada mereka-mereka yang tak mampu mengembalikan pinjaman kita.

Jika ritus-ritus religi yang seharusnya membuat relasi kita dengan Sang Khalik semakin akrab tidak banyak membuat diri kita expanding & growing, tidak banyak mengubah core identity kita (ingat metafor tentang “lahir baru”) maka sudah waktunya kita berfikir ulang dengan segala tetek bengek kewajiban ritual yang selama ini kita tunaikan. Di mana letak missing the pointnya? Apa yang seharusnya diperbaiki? Mengapa saya hanya mengasihi orang yang easy to love ketimbang mereka-mereka yang menyebalkan dan irritating? Mengapa saya tidak berani mengambil risiko dalam melayani dan mengsihi sesama dan hanya main aman dengan mengasihi mereka yang easy to love saja?

MD
21 Januari 2020

Leave a comment